OBSERVASI DIRI SENDIRI TENTANG PENYAKIT HATI (PUTUS ASA)
A.
Pendahuluan
Manusia adalah tempatnya salah dan
lupa. Manusia diciptakan Allah untuk menghamba kepadanya. Manusia memiliki iman
yang bisa berubah-ubah, terkadang meningkat terkadang juga menurun. Berbeda
dengan makhluk Allah yang lain, sebagaimana malaikat memiliki iman yang tetap
karena diciptakan lil at tha'at dan tidak diberi Allah hawa nafsu yang mana
pada posisi ini malaikat hanya menganut apa yang diperintahkan Allah SWT.
Begitu juga dengan para nabi dan rasul yang diciptakan Allah dikaruniai sifat
ma'sum dan memiliki iman yang terus bertambah tidak bisa berkurang. Sedang kita
manusia biasa terkadang iman kita meningkat terkadang juga menurun.
Menurunya iman kita salah satu
faktor penyebabnya adalah adanya penyakit yang bertempat di hati kita. Penyakit
hati ini muncul bukan dengan sendirinya melainkan bisikan dari syetan dan hawa
nafsu yang menjadi musuh besar dalam diri kita. Banyak penyakit-penyakit hati
yang terkadang muncul dalam diri kita sedang kita tidak menyadarinya atau lena
dari penyakit tersebut. Salah satunya putus asa, ketika kita mendengar kata
putus asa, yang ada di benak kita mungkin adalah suatu penyakit hati yang
muncul dari masalah-masalah yang besar, semisal kegagalan dari suatu keinginan
yang tinggi. Dan dampak dari kegagalan tersebut merugikan; adanya hal tersebut
membawa seseorang kedalam rasa takut untuk bangkit kembali, dan ditambah
bisikan-bisikan serta hawa nafsu yang
menyelimuti diri, jadilah penyakit hati putus asa.
Putus asa memang bukan penyakit hati
yang biasa karena jika dilihat dari bahayanya serta dampak yang ditimbulkannya,
bisa jadi berakibat fatal, tergantung kekuatan pondasi iman yang telah tertanam
di jiwa orang tersebut. Putus asa yang berakibat fatal yaitu putus asa tanpa
disertai pondasi iman yang kuat, sehingga bisa saja terkoyak-koyakkan dan jatuh
kepada keterpurukan serta beranggapan lebih baik tiada. Berbeda jika putus asa
tetapi telah memiliki iman yang kuat, mungkin orangnya memang putus asa pada
suatu hal, tetapi tidak sampai melakukan perbuatan yang dilarang Allah.
Bahayanya putus asa secara spontan
mengacu tepat pada iman seseorang, yang mana pada hal ini secara langsung orang
yang berputus asa telah lalai pada Allah. Entah ia sadari atau tidak, sebab
ketidak mungkinan untuk dia bangkit kembali sehingga dia lalai bahwa Allah
berada di dekatnya, Allah selalu bersamanya, Allah selalu di sisinya. Akhirnya
pun berdampak pada iman yang menjadi merosot. Percayalah! Bahwa Allah tidak
akan menguji suatu kaum melampaui batas kemampuannya.
Adapun secara tidak langsung dampak
dari putus asa yaitu: 1) malas 2) tumbuhnya penyakit-penyakit hati lainnya 3)
tidak adanya pengembangan diri.
Oleh karena bahaya putus asa dan
dampak negatif yang ditimbulkannya, menjadikan sebuah motivasi bagi penulis
untuk meneliti dan mengkaji penyakit hati tersebut (putus asa). Karena pada
dasarnya penyakit hati tersebut telah bertempat di hati penulis dan mungkin
juga terdapat dalam diri kalian para pembaca. Harapanya dengan penelitian ini
menjadikan adanya sebuah solusi untuk menangani bahaya dan dampak penyakit hati
tersebut serta bermanfaat dalam upaya pengintropeksian diri.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Putus Asa
Putus asa adalah
suatu sikap atau perilaku seseorang yang menganggap drinya telah gagal dalam
menghasilkan sesuatu harapan cita-cita.[1] Ia
tidak mau kembali lagi untuk berusaha yang kedua kalinya. Semua umat manusia
pasti merasakan putus asa. Dan umat itu pastilah menjadi lemah dan lenyap
kekuatannya karena putus asa merupakan penyakit atau racun yang benar-banar
membahayakan bagi setiap pribadi manusia.
Bukan sembarangan
jika Allah SWT. dalam salah satu firman-Nya, mempersamakan antara sifat putus
asa itu dengan sifat kekafiran. Sebabnya tiada lain hanyalah karena bencana
yang ditimbulkan oleh kedua macam sifat itu sama-sama besar dan dahsyat. Firman
Allah dalam Al-Qur’an:
wur
(#qÝ¡t«÷($s?
`ÏB
Çy÷r§
«!$#
( ¼çm¯RÎ)
w
ߧt«÷($t
`ÏB
Çy÷r§
«!$#
wÎ)
ãPöqs)ø9$#
tbrãÏÿ»s3ø9$#
ÇÑÐÈ
Artinya: “janganlah kamu semua berputus asa
dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak ada yang suka berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan golongan orang-orang kafir”. (QS. Yusuf:87)
2.
Wawancara
Setelah melaksanakan wawancara kepada dua orang teman dan seorang
ustadz mengenai penyakit hati (putus asa) ternyata dalam diri penulis terdapat
beberapa penyakit hati salah satunya yaitu putus asa. Hal itu di tunjukkan
ketika penulis memulai membuka usaha sendiri. Yang pertama menjual hasil
konveksi dengan modal dari teman itu sendiri, ternyata tidak mudah dan hasilnya
tidak seperti yang penulis bayangkan, setiap menjual barang pasti sebagian
pembayarannya dihutang, bahkan sampai sekarang masih ada yang belum bayar. Oleh
karena itu penulis memutuskan untuk berhenti dari usaha itu.
Yang kedua, usaha berternak puyuh yaitu hasil pengalaman dari salah
seorang teman yang berternak puyuh. Seperti usaha sebelumnya, penulis
membayangkan usaha itu sangat menguntungkan, namun pada kenyataannya juga
kebalikannya. Untuk masalah ini di karenakan harga pakan yang semakin melonjak
sedangkan penghasilan dari telur semakin menurun, tidak hannya itu di dalam
peternakan diserang oleh hama tikus, sehingga hasil telur berkurang.
Yang ketiga, usaha percetakan kecil-kecilan, untuk usaha ini
sebenarnya masih berjalan sampai sekarang, namun karena alat-alatnya masih
belum mumpuni dan juga pengalaman masih sangat kurang serta banyaknya pesaing
diluar sana sehingga usaha ini pun belum berjalan dengan mulus.
Oleh karena itu penulis mengusulkan tema ini, dengan harapan
penulis bisa bangkit kembali, mencoba membuka usaha lagi, tetap tegar ketika
menemui yang namanya rintangan, tidak patah semangat, maju terus pantang
mundur.
3.
Faktor
faktor penyebab Putus Asa
a. Banyak dihimpit derita, ujian, dan musibah yang berat
b. Kurang ilmu tentang keluasan rahmat Allah dan ampunan Allah
4.
Dampak
Putus Asa
Allah SWT menyamakan
sifat putus asa dengan kekafiran, karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua
sifat itu sama besar dan dasyat. Karena apabila ia diberi beban atau sesuatu
yang harus diselesaikan dan perlu segera dilaksanakan demi kepentingan masyarakat,
ia meninggalkannya secara perlahan-lahan, bahkan terkadang tidak mengerjakan
sama sekali. Ia merasa keberatan atau menganggap bahwa apa yang dititipkan
kepadanya terlampau berat sehingga ia enggan dan berputus asa untuk
meneruskannya. Tentu saja hal itu merugikan diri sendiri dan masyarakat.
Putus asa yang dialami seseorang
dapat tercermin dalam sikap sebagai berikut:
a.
Bermalas-malasan setelah mengalami kegagalan
dalam suatu usaha.
b. Tidak
bersemangat untuk meneruskan usahanya yang gagal.
c. Tampak
murung dan tidak memiliki gairah untuk berusaha lagi.
d. Mudah
terpancing emosinya sehingga sebentar-sebentar marah walaupun hanya dengan
sebab yang kecil saja.
5.
Solusi
1.
Memantapkan Keimanan Terhadap Qadha Dan Qadar
Ini merupakan faktor
penting untuk bisa menenangkan hati kaum Mukminin. Bahwa apa yang dikehendaki
Allah pasti terjadi. Sebaliknya, apabila Allah tidak menghendaki, pasti tidak
akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
!$tB
z>$|¹r&
`ÏB
7pt6ÅÁB
Îû
ÇÚöF{$#
wur
þÎû
öNä3Å¡àÿRr&
wÎ)
Îû
5=»tGÅ2
`ÏiB
È@ö6s%
br&
!$ydr&uö9¯R
4 ¨bÎ)
Ï9ºs
n?tã
«!$#
×Å¡o
ÇËËÈ xøs3Ïj9
(#öqyù's?
4n?tã
$tB
öNä3s?$sù
wur
(#qãmtøÿs?
!$yJÎ/
öNà69s?#uä
3 ª!$#ur
w
=Ïtä
¨@ä.
5A$tFøèC
Aqãsù
ÇËÌÈ
22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.
23. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[2]
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri.
Rasulullah
Shallallahu wa sallam bersabda.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah menuliskan takdir
makhluk-makhluk sebelum penciptaan langit dan bumi selama lima puluh ribu tahun.[3]
2. Berbaik Sangka Kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala
Inilah salah satu
kewajiban seorang muslim kepada Allah. Berbaik sangka akan membuka pintu
harapan, dan dapat mengenyahkan bisikan putus asa. Ingatlah, sikap berburuk
sangka bertentangan dengan tauhid, keimanan kepada Allah dan ilmu serta
hikmahNya. Allah mengingkari orang-orang yang berburuk sangka kepadaNya. Allah
berfirman :
.......... ×pxÿͬ!$sÛur
ôs%
öNåk÷J£Jydr&
öNåkߦàÿRr&
cqZÝàt
«!$$Î/
uöxî
Èd,ysø9$#
£`sß
Ïp§Î=Îg»yfø9$#
(
..... sedang segolongan lagi[4]
telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar
terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah.[5] [Ali Imran : 154]
3. Memanjatkan Doa
Seberat apapun
masalah yang sedang menimpa, seorang hamba tidak sepantasnya berputus harapan
dari rahmat Allah. Semua permasalahan yang menghimpitnya harus dikembalikan
kepada Allah. Kita
wajib bersimpuh memanjatkan doa, berupaya sekuat-kuatnya dan bersabar. Dengan
harapan, Allah akan melenyapkan kesusahan ataupun cobaan yang sedang menimpa.
Ketika seorang hamba
berdoa kepada Allah, memohon agar permasalahan yang menghimpitnya selesai, pada
dasarnya ia telah membuktikan tauhidnya. Dan tauhid yang benar akan
menyelamatkan dari jeratan fitnah serta ujian.
Jika menelaah
perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat serta
generasi Salaf, kita akan mengetahui betapa mereka sangat bertumpu dengan
memanfaatkan kekuatan doa.
Betapa mengagumkan,
dan sekaligus membuka tabir, bahwa diri kita kurang menekuni ibadah yang satu
ini. Betapa banyak masalah, yang bisa telah terselesaikan berkat doa kepada
Allah Ta’ala. Tentunya,
doa ini harus dibarengi juga dengan upaya memperbaiki diri. Sebab, bisa jadi,
kegagalan atau musibah yang menimpa seorang hamba, lantaran kurangnya ia dalam
memperhatikan aturan Allah.
4. Meneguhkan Tawakkal Kepada Allah
Subahnahu Wa Ta’ala
Kekuatan yang hakiki
adalah kekuatan hati dan kemampuan untuk bertahan diri. Menurut Ibnul Qayyim
rahimahullah, sesungguhnya tawakkal termasuk salah satu faktor yang kuat dalam
membantu mewujudkan cita-cita (keinginan) dan menepis perkara yang tidak
disukai.
Ia merupakan motivasi
yang paling kuat. Hakikat tawakkal, ialah ketergantungan hati hanya kepada
Allah semata. Usaha yang dilakukan tidak memiliki pengaruh, jika hati kosong
dari penyerahan diri kepada Allah dan bahkan cenderung kepada selainNya.
Oleh karena itu,
Hasan al Bashri mengatakan :
“Sesungguhnya,
tawakkal seorang hamba kepada Rabb-nya adalah, ia meyakini bahwa Allah itu
menjadi sumber kepercayaan dirinya”
Dalam kesempatan
lain, beliau menyatakan, Allah menjamin rezeki bagi hamba yang menyembahNya,
dan kemenangan bagi orang yang bertawakkal dan memohon pertolongan kepadaNya,
serta kecukupan bagi orang yang menjadikan Allah sebagai pusat dan tujuan
utama.[6]
Orang yang cerdas
lagi pintar, ia akan memikirkan perintah Allah, pelaksanaannya dan taufik
dariNya, bukan menunggu-nunggu jaminan dariNya. Sesungguhnya Allah menepati
janji lagi jujur. Siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah?
5. Memiliki Tekad Yang Tinggi
Seorang hamba akan
mendapatkan sesuatu sesuai dengan kadar tekad dan semangatnya. Orang yang
benar-benar ingin menggapai satu tujuan, pasti akan mengoptimalkan segala daya
upaya dalam mewujudkannya.
Segala yang
berpotensi menghalangi pencapaiannya, akan disingkirkan, demi mempercepat dan
melempangkan jalan menuju tangga kesuksesan yang selama ini diidamkannya.
Detik-detik waktunya selalu disibukkan dengan hal tersebut. Mencari-cari kesempatan dan
sarana yang bisa membantu pencapaian keberhasilannya. Pikiran dan kata hatinya
juga larut dengannya. Karena ia mengetahui, “keberhasilan sesuai dengan
kepenatan yang dilalui”.
6. Sabar Dan Bersikap Tenang
Kita mesti ingat,
semua masalah menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa. Yakinkah, bahwa
perkara-perkara yang menyulitkan hanya “takluk” dengan kesabaran. Demikian juga
dengan ketenangan, ia sangat berperan membantu seseorang saat melewati
kesulitan yang menghadangnya.[7]
Kesabaran ini tiada batas. Ia dibutuhkan sampai ajal tiba.
Kita harus memahami,
bahwa ketentuan takdir pasti datang. Karena seorang hamba, ia tidak lepas dari
dua kondisi. Yaitu yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.[8]
Misal kondisi
pertama, ia dikaruniai kesehatan, harta, kedudukan, berbagai kenikmatan
lainnya. Dalam kondisi yang menggemberikan ini, ia pun diharuskan bersabar.
Yakni :
Ø
Tidak tertipu dengannya, dan jangan sampai kegembiraan yang diarihnya
menyeretnya berbuat takabur, jahat dan sebagainya.
Ø
Tidak terlalu larut atau lupa diri dalam mencapainya, karena akan
membahayakannya. Orang yang ghuluw, hakikatnya mendekatkan diri dengan perilaku
negatif. Jika mendapat kegembiraan, ia bersabar dalam melaksanakan hak Allah
dan tidak melalaikannya.
Ø
Menahan diri tidak memanfaatkan kenikmatan yang telah diraihnya untuk
perkara yang diharamkan
Adapun dalam kondisi
kedua, yaitu keadaan yang tidak disukainya. Ini terbagi menjadi dua macam.
Yakni yang berkaitan dengan kehendaknya, seperti mengerjakan ketaatan ataupun
maksiat. Dan jenis kedua, yaitu tidak berhubungan dengan kehendaknya, misalnya
datangnya musibah.
Oleh karenanya, Allah
memerintahkan untuk mencari bantuan melalui kesabaran. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu‘. [QS. Al-Baqarah :45]
Penyebutan sabar
dalam Al-Qur`an tidak kurang dari tujuh puluh kali, dan seluruh nya dalam
bentuk pujian. Di antaranya, menghubungkan kesuksesan dengan kesabaran (QS. Ali
Imran ayat 200), menghubungkan kepemimpinan dalam agama dengan kesabaran dan
keyakinan [QS. Sajdah ayat 23].
7. Membekali Diri Dengan Ilmu Agama
Orang yang berilmu
itu lebih dahsyat dirasakan beratnya oleh setan dari pada ahli ibadah yang yang
tak berilmu. Tipu daya setan lemah di hadapan orang yang berilmu.[9] Muadz
bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu mengatakana,
“Ia (ilmu) adalah
teman dalam keadaan bahagia dan kesusahan, serta senjata di hadapan musuh“
C.
Penutup
Ø Kesimpulan
Putus asa adalah suatu sikap atau
perilaku seseorang yang menganggap drinya telah gagal dalam menghasilkan
sesuatu harapan cita-cita. Ia tidak mau kembali lagi untuk berusaha yang kedua
kalinya. Semua itu di sebabkan oleh Banyaknya himpitan derita, ujian, dan musibah yang
berat serta kurangnya ilmu tentang
keluasan rahmat Allah dan ampunan Allah.
Putus asa yang dialami seseorang
dapat tercermin dalam sikap sebagai berikut:
1.
Bermalas-malasan setelah mengalami kegagalan
dalam suatu usaha.
2. Tidak
bersemangat untuk meneruskan usahanya yang gagal.
3. Tampak
murung dan tidak memiliki gairah untuk berusaha lagi.
4. Mudah
terpancing emosinya sehingga sebentar-sebentar marah walaupun hanya dengan
sebab yang kecil saja.
Adapun
solusi untuk mengatasi penyakit hati yang berupa putus asa antara lain ialah:
1.
Memantapkan Keimanan Terhadap Qadha Dan Qadar
2. Berbaik Sangka Kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala
3. Memanjatkan Doa
4. Meneguhkan Tawakkal Kepada Allah
Subahnahu Wa Ta’ala
5. Memiliki Tekad Yang Tinggi
6. Sabar Dan Bersikap Tenang
7. Membekali Diri Dengan Ilmu Agama
Demikian beberapa langkah, agar
kita mampu memupus putus asa.
Kuatkan tekad, yaitu dengan selalu memiliki sifat optimis tak putus harapan,
Bercermin kepada orang-orang yang sukses melewati rintangan.
Jauhkan hati dari sifat kerdil, karena ia hanya akan menambah kelemahan.
Kuatkan tekad, yaitu dengan selalu memiliki sifat optimis tak putus harapan,
Bercermin kepada orang-orang yang sukses melewati rintangan.
Jauhkan hati dari sifat kerdil, karena ia hanya akan menambah kelemahan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghozali, Ihya’ Ulumuddin Jilid 3, Maktabah
Syamilah: Mauqiul Wariq.
Choer Affandi, La Tahzan
Innallaaha Ma’anaa, Bandung: Mizania, 2007, hlm. 194
Departemen pendidikan dan
kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet III, Jakarta: Balai
Pustaka, 1990
Imam Muslim, Shohih Muslim, Juz
13, Maktabah Syamilah, Mauqiul Islam
Imam Nawawi, Tankihul Qoul, Surabaya:
Darul Ilmi.
________________,Ta’limul
Muta’allim______________________
Keterangan: Kiri Penulis, Kanan Ustadz
A. Jamilin
Keterangan : Kiri Penulis, Kanan
Saudara Ulil Abshor
[1]
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet
III, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 399
[2] Yang dimaksud dengan terlalu
gembira: ialah gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan,
ketakaburan dan lupa kepada Allah.
[3]
Imam Muslim, Shohih Muslim, Juz 13, Maktabah Syamilah, Mauqiul Islam,
hlm. 117
[5] Ialah: sangkaan bahwa
kalau Muhammad s.a.w. itu benar-benar Nabi dan Rasul Allah, tentu Dia tidak
akan dapat dikalahkan dalam peperangan.
[7]
Choer Affandi, La Tahzan Innallaaha Ma’anaa, Bandung: Mizania, 2007,
hlm. 194
[8]
Imam Nawawi, Tankihul Qoul, Surabaya: Darul Ilmi, hlm. 62
[9] Ta’limul
Muta’allim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar