Rabu, 07 Juni 2017

OBSERVASI DIRI SENDIRI TENTANG PENYAKIT HATI (PUTUS ASA)



OBSERVASI DIRI SENDIRI TENTANG PENYAKIT HATI (PUTUS ASA)
A.    Pendahuluan
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Manusia diciptakan Allah untuk menghamba kepadanya. Manusia memiliki iman yang bisa berubah-ubah, terkadang meningkat terkadang juga menurun. Berbeda dengan makhluk Allah yang lain, sebagaimana malaikat memiliki iman yang tetap karena diciptakan lil at tha'at dan tidak diberi Allah hawa nafsu yang mana pada posisi ini malaikat hanya menganut apa yang diperintahkan Allah SWT. Begitu juga dengan para nabi dan rasul yang diciptakan Allah dikaruniai sifat ma'sum dan memiliki iman yang terus bertambah tidak bisa berkurang. Sedang kita manusia biasa terkadang iman kita meningkat terkadang juga menurun.
Menurunya iman kita salah satu faktor penyebabnya adalah adanya penyakit yang bertempat di hati kita. Penyakit hati ini muncul bukan dengan sendirinya melainkan bisikan dari syetan dan hawa nafsu yang menjadi musuh besar dalam diri kita. Banyak penyakit-penyakit hati yang terkadang muncul dalam diri kita sedang kita tidak menyadarinya atau lena dari penyakit tersebut. Salah satunya putus asa, ketika kita mendengar kata putus asa, yang ada di benak kita mungkin adalah suatu penyakit hati yang muncul dari masalah-masalah yang besar, semisal kegagalan dari suatu keinginan yang tinggi. Dan dampak dari kegagalan tersebut merugikan; adanya hal tersebut membawa seseorang kedalam rasa takut untuk bangkit kembali, dan ditambah bisikan-bisikan  serta hawa nafsu yang menyelimuti diri, jadilah penyakit hati putus asa.
Putus asa memang bukan penyakit hati yang biasa karena jika dilihat dari bahayanya serta dampak yang ditimbulkannya, bisa jadi berakibat fatal, tergantung kekuatan pondasi iman yang telah tertanam di jiwa orang tersebut. Putus asa yang berakibat fatal yaitu putus asa tanpa disertai pondasi iman yang kuat, sehingga bisa saja terkoyak-koyakkan dan jatuh kepada keterpurukan serta beranggapan lebih baik tiada. Berbeda jika putus asa tetapi telah memiliki iman yang kuat, mungkin orangnya memang putus asa pada suatu hal, tetapi tidak sampai melakukan perbuatan yang dilarang Allah.
Bahayanya putus asa secara spontan mengacu tepat pada iman seseorang, yang mana pada hal ini secara langsung orang yang berputus asa telah lalai pada Allah. Entah ia sadari atau tidak, sebab ketidak mungkinan untuk dia bangkit kembali sehingga dia lalai bahwa Allah berada di dekatnya, Allah selalu bersamanya, Allah selalu di sisinya. Akhirnya pun berdampak pada iman yang menjadi merosot. Percayalah! Bahwa Allah tidak akan menguji suatu kaum melampaui batas kemampuannya.
Adapun secara tidak langsung dampak dari putus asa yaitu: 1) malas 2) tumbuhnya penyakit-penyakit hati lainnya 3) tidak adanya pengembangan diri.
Oleh karena bahaya putus asa dan dampak negatif yang ditimbulkannya, menjadikan sebuah motivasi bagi penulis untuk meneliti dan mengkaji penyakit hati tersebut (putus asa). Karena pada dasarnya penyakit hati tersebut telah bertempat di hati penulis dan mungkin juga terdapat dalam diri kalian para pembaca. Harapanya dengan penelitian ini menjadikan adanya sebuah solusi untuk menangani bahaya dan dampak penyakit hati tersebut serta bermanfaat dalam upaya pengintropeksian diri.
B.     Pembahasan
1.      Pengertian Putus Asa
Putus asa adalah suatu sikap atau perilaku seseorang yang menganggap drinya telah gagal dalam menghasilkan sesuatu harapan cita-cita.[1] Ia tidak mau kembali lagi untuk berusaha yang kedua kalinya. Semua umat manusia pasti merasakan putus asa. Dan umat itu pastilah menjadi lemah dan lenyap kekuatannya karena putus asa merupakan penyakit atau racun yang benar-banar membahayakan bagi setiap pribadi manusia. 
Bukan sembarangan jika Allah SWT. dalam salah satu firman-Nya, mempersamakan antara sifat putus asa itu dengan sifat kekafiran. Sebabnya tiada lain hanyalah karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua macam sifat itu sama-sama besar dan dahsyat. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Ÿwur (#qÝ¡t«÷ƒ($s? `ÏB Çy÷r§ «!$# ( ¼çm¯RÎ) Ÿw ߧt«÷ƒ($tƒ `ÏB Çy÷r§ «!$# žwÎ) ãPöqs)ø9$# tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÑÐÈ  
 Artinya: “janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak ada yang suka berputus asa dari rahmat Allah, melainkan golongan orang-orang kafir”. (QS. Yusuf:87)
2.      Wawancara
Setelah melaksanakan wawancara kepada dua orang teman dan seorang ustadz mengenai penyakit hati (putus asa) ternyata dalam diri penulis terdapat beberapa penyakit hati salah satunya yaitu putus asa. Hal itu di tunjukkan ketika penulis memulai membuka usaha sendiri. Yang pertama menjual hasil konveksi dengan modal dari teman itu sendiri, ternyata tidak mudah dan hasilnya tidak seperti yang penulis bayangkan, setiap menjual barang pasti sebagian pembayarannya dihutang, bahkan sampai sekarang masih ada yang belum bayar. Oleh karena itu penulis memutuskan untuk berhenti dari usaha itu.
Yang kedua, usaha berternak puyuh yaitu hasil pengalaman dari salah seorang teman yang berternak puyuh. Seperti usaha sebelumnya, penulis membayangkan usaha itu sangat menguntungkan, namun pada kenyataannya juga kebalikannya. Untuk masalah ini di karenakan harga pakan yang semakin melonjak sedangkan penghasilan dari telur semakin menurun, tidak hannya itu di dalam peternakan diserang oleh hama tikus, sehingga hasil telur berkurang.
Yang ketiga, usaha percetakan kecil-kecilan, untuk usaha ini sebenarnya masih berjalan sampai sekarang, namun karena alat-alatnya masih belum mumpuni dan juga pengalaman masih sangat kurang serta banyaknya pesaing diluar sana sehingga usaha ini pun belum berjalan dengan mulus.
Oleh karena itu penulis mengusulkan tema ini, dengan harapan penulis bisa bangkit kembali, mencoba membuka usaha lagi, tetap tegar ketika menemui yang namanya rintangan, tidak patah semangat, maju terus pantang mundur.
3.      Faktor faktor penyebab Putus Asa
a.       Banyak dihimpit derita, ujian, dan musibah yang berat
b.      Kurang ilmu tentang keluasan rahmat Allah dan ampunan Allah
4.      Dampak Putus Asa
Allah SWT menyamakan sifat putus asa dengan kekafiran, karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua sifat itu sama besar dan dasyat. Karena apabila ia diberi beban atau sesuatu yang harus diselesaikan dan perlu segera dilaksanakan demi kepentingan masyarakat, ia meninggalkannya secara perlahan-lahan, bahkan terkadang tidak mengerjakan sama sekali. Ia merasa keberatan atau menganggap bahwa apa yang dititipkan kepadanya terlampau berat sehingga ia enggan dan berputus asa untuk meneruskannya. Tentu saja hal itu merugikan diri sendiri dan masyarakat.
Putus asa yang dialami seseorang dapat tercermin dalam sikap sebagai berikut:
a.       Bermalas-malasan setelah mengalami kegagalan dalam suatu usaha.
b.      Tidak bersemangat untuk meneruskan usahanya yang gagal.
c.       Tampak murung dan tidak memiliki gairah untuk berusaha lagi.
d.      Mudah terpancing emosinya sehingga sebentar-sebentar marah walaupun hanya dengan sebab yang kecil saja.
5.      Solusi
1.      Memantapkan Keimanan Terhadap Qadha Dan Qadar
Ini merupakan faktor penting untuk bisa menenangkan hati kaum Mukminin. Bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi. Sebaliknya, apabila Allah tidak menghendaki, pasti tidak akan terjadi.  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
!$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇËËÈ   ŸxøŠs3Ïj9 (#öqyù's? 4n?tã $tB öNä3s?$sù Ÿwur (#qãmtøÿs? !$yJÎ/ öNà69s?#uä 3 ª!$#ur Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC Aqãsù ÇËÌÈ  
22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[2] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Rasulullah Shallallahu wa sallam bersabda.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah menuliskan takdir makhluk-makhluk sebelum penciptaan langit dan bumi selama lima puluh ribu tahun.[3]
2.      Berbaik Sangka Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Inilah salah satu kewajiban seorang muslim kepada Allah. Berbaik sangka akan membuka pintu harapan, dan dapat mengenyahkan bisikan putus asa. Ingatlah, sikap berburuk sangka bertentangan dengan tauhid, keimanan kepada Allah dan ilmu serta hikmahNya. Allah mengingkari orang-orang yang berburuk sangka kepadaNya. Allah berfirman :
.......... ×pxÿͬ!$sÛur ôs% öNåk÷J£Jydr& öNåkߦàÿRr& šcqZÝàtƒ «!$$Î/ uŽöxî Èd,ysø9$# £`sß Ïp§Î=Îg»yfø9$# (
..... sedang segolongan lagi[4] telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah.[5] [Ali Imran : 154]
3.      Memanjatkan Doa
Seberat apapun masalah yang sedang menimpa, seorang hamba tidak sepantasnya berputus harapan dari rahmat Allah. Semua permasalahan yang menghimpitnya harus dikembalikan kepada Allah. Kita wajib bersimpuh memanjatkan doa, berupaya sekuat-kuatnya dan bersabar. Dengan harapan, Allah akan melenyapkan kesusahan ataupun cobaan yang sedang menimpa.
Ketika seorang hamba berdoa kepada Allah, memohon agar permasalahan yang menghimpitnya selesai, pada dasarnya ia telah membuktikan tauhidnya. Dan tauhid yang benar akan menyelamatkan dari jeratan fitnah serta ujian.
Jika menelaah perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat serta generasi Salaf, kita akan mengetahui betapa mereka sangat bertumpu dengan memanfaatkan kekuatan doa.
Betapa mengagumkan, dan sekaligus membuka tabir, bahwa diri kita kurang menekuni ibadah yang satu ini. Betapa banyak masalah, yang bisa telah terselesaikan berkat doa kepada Allah Ta’ala. Tentunya, doa ini harus dibarengi juga dengan upaya memperbaiki diri. Sebab, bisa jadi, kegagalan atau musibah yang menimpa seorang hamba, lantaran kurangnya ia dalam memperhatikan aturan Allah.
4.      Meneguhkan Tawakkal Kepada Allah Subahnahu Wa Ta’ala
Kekuatan yang hakiki adalah kekuatan hati dan kemampuan untuk bertahan diri. Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, sesungguhnya tawakkal termasuk salah satu faktor yang kuat dalam membantu mewujudkan cita-cita (keinginan) dan menepis perkara yang tidak disukai.
Ia merupakan motivasi yang paling kuat. Hakikat tawakkal, ialah ketergantungan hati hanya kepada Allah semata. Usaha yang dilakukan tidak memiliki pengaruh, jika hati kosong dari penyerahan diri kepada Allah dan bahkan cenderung kepada selainNya.
Oleh karena itu, Hasan al Bashri mengatakan :
Sesungguhnya, tawakkal seorang hamba kepada Rabb-nya adalah, ia meyakini bahwa Allah itu menjadi sumber kepercayaan dirinya
Dalam kesempatan lain, beliau menyatakan, Allah menjamin rezeki bagi hamba yang menyembahNya, dan kemenangan bagi orang yang bertawakkal dan memohon pertolongan kepadaNya, serta kecukupan bagi orang yang menjadikan Allah sebagai pusat dan tujuan utama.[6]
Orang yang cerdas lagi pintar, ia akan memikirkan perintah Allah, pelaksanaannya dan taufik dariNya, bukan menunggu-nunggu jaminan dariNya. Sesungguhnya Allah menepati janji lagi jujur. Siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah?
5.      Memiliki Tekad Yang Tinggi
Seorang hamba akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan kadar tekad dan semangatnya. Orang yang benar-benar ingin menggapai satu tujuan, pasti akan mengoptimalkan segala daya upaya dalam mewujudkannya.
Segala yang berpotensi menghalangi pencapaiannya, akan disingkirkan, demi mempercepat dan melempangkan jalan menuju tangga kesuksesan yang selama ini diidamkannya. Detik-detik waktunya selalu disibukkan dengan hal tersebut. Mencari-cari kesempatan dan sarana yang bisa membantu pencapaian keberhasilannya. Pikiran dan kata hatinya juga larut dengannya. Karena ia mengetahui, “keberhasilan sesuai dengan kepenatan yang dilalui”.
6.      Sabar Dan Bersikap Tenang
Kita mesti ingat, semua masalah menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa. Yakinkah, bahwa perkara-perkara yang menyulitkan hanya “takluk” dengan kesabaran. Demikian juga dengan ketenangan, ia sangat berperan membantu seseorang saat melewati kesulitan yang menghadangnya.[7] Kesabaran ini tiada batas. Ia dibutuhkan sampai ajal tiba.
Kita harus memahami, bahwa ketentuan takdir pasti datang. Karena seorang hamba, ia tidak lepas dari dua kondisi. Yaitu yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.[8]
Misal kondisi pertama, ia dikaruniai kesehatan, harta, kedudukan, berbagai kenikmatan lainnya. Dalam kondisi yang menggemberikan ini, ia pun diharuskan bersabar. Yakni :
Ø  Tidak tertipu dengannya, dan jangan sampai kegembiraan yang diarihnya menyeretnya berbuat takabur, jahat dan sebagainya.
Ø  Tidak terlalu larut atau lupa diri dalam mencapainya, karena akan membahayakannya. Orang yang ghuluw, hakikatnya mendekatkan diri dengan perilaku negatif. Jika mendapat kegembiraan, ia bersabar dalam melaksanakan hak Allah dan tidak melalaikannya.
Ø  Menahan diri tidak memanfaatkan kenikmatan yang telah diraihnya untuk perkara yang diharamkan
Adapun dalam kondisi kedua, yaitu keadaan yang tidak disukainya. Ini terbagi menjadi dua macam. Yakni yang berkaitan dengan kehendaknya, seperti mengerjakan ketaatan ataupun maksiat. Dan jenis kedua, yaitu tidak berhubungan dengan kehendaknya, misalnya datangnya musibah.
Oleh karenanya, Allah memerintahkan untuk mencari bantuan melalui kesabaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu‘. [QS. Al-Baqarah :45]
Penyebutan sabar dalam Al-Qur`an tidak kurang dari tujuh puluh kali, dan seluruh nya dalam bentuk pujian. Di antaranya, menghubungkan kesuksesan dengan kesabaran (QS. Ali Imran ayat 200), menghubungkan kepemimpinan dalam agama dengan kesabaran dan keyakinan [QS. Sajdah ayat 23].
7.      Membekali Diri Dengan Ilmu Agama
Orang yang berilmu itu lebih dahsyat dirasakan beratnya oleh setan dari pada ahli ibadah yang yang tak berilmu. Tipu daya setan lemah di hadapan orang yang berilmu.[9] Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu mengatakana,
Ia (ilmu) adalah teman dalam keadaan bahagia dan kesusahan, serta senjata di hadapan musuh

C.     Penutup
Ø  Kesimpulan
Putus asa adalah suatu sikap atau perilaku seseorang yang menganggap drinya telah gagal dalam menghasilkan sesuatu harapan cita-cita. Ia tidak mau kembali lagi untuk berusaha yang kedua kalinya. Semua itu di sebabkan oleh Banyaknya  himpitan derita, ujian, dan musibah yang berat  serta kurangnya ilmu tentang keluasan rahmat Allah dan ampunan Allah.
Putus asa yang dialami seseorang dapat tercermin dalam sikap sebagai berikut:
1.      Bermalas-malasan setelah mengalami kegagalan dalam suatu usaha.
2.      Tidak bersemangat untuk meneruskan usahanya yang gagal.
3.      Tampak murung dan tidak memiliki gairah untuk berusaha lagi.
4.      Mudah terpancing emosinya sehingga sebentar-sebentar marah walaupun hanya dengan sebab yang kecil saja.
Adapun solusi untuk mengatasi penyakit hati yang berupa putus asa antara lain ialah:
1.      Memantapkan Keimanan Terhadap Qadha Dan Qadar
2.      Berbaik Sangka Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
3.      Memanjatkan Doa
4.      Meneguhkan Tawakkal Kepada Allah Subahnahu Wa Ta’ala
5.      Memiliki Tekad Yang Tinggi
6.      Sabar Dan Bersikap Tenang
7.      Membekali Diri Dengan Ilmu Agama
Demikian beberapa langkah, agar kita mampu memupus putus asa.
Kuatkan tekad, yaitu dengan selalu memiliki sifat optimis tak putus harapan,
Bercermin kepada orang-orang yang sukses melewati rintangan.
Jauhkan hati dari sifat kerdil, karena ia hanya akan menambah kelemahan.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghozali, Ihya’ Ulumuddin Jilid 3, Maktabah Syamilah: Mauqiul Wariq.
Choer Affandi, La Tahzan Innallaaha Ma’anaa, Bandung: Mizania, 2007, hlm.  194
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet III, Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Imam Muslim, Shohih Muslim, Juz 13, Maktabah Syamilah, Mauqiul Islam
Imam Nawawi, Tankihul Qoul, Surabaya: Darul Ilmi.
________________,Ta’limul Muta’allim______________________






Keterangan: Kiri Penulis, Kanan Ustadz A. Jamilin
Keterangan : Kiri Penulis, Kanan Saudara Ulil Abshor


[1] Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet III, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 399
[2] Yang dimaksud dengan terlalu gembira: ialah gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah.
[3] Imam Muslim, Shohih Muslim, Juz 13, Maktabah Syamilah, Mauqiul Islam, hlm. 117
[4] Yaitu: orang-orang Islam yang masih ragu-ragu.
[5] Ialah: sangkaan bahwa kalau Muhammad s.a.w. itu benar-benar Nabi dan Rasul Allah, tentu Dia tidak akan dapat dikalahkan dalam peperangan.
[6] Al-Ghozali, Ihya’ Ulumuddin Jilid 3, Maktabah Syamilah: Mauqiul Wariq, hlm. 336
[7] Choer Affandi, La Tahzan Innallaaha Ma’anaa, Bandung: Mizania, 2007, hlm.  194
[8] Imam Nawawi, Tankihul Qoul, Surabaya: Darul Ilmi, hlm. 62
[9] Ta’limul Muta’allim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KUNCI KEBAHAGIAAN MENURUT SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB RADHIYALLAHU 'ANHU

" KUNCI KEBAHAGIAAN MENURUT SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB RADHIYALLAHU 'ANHU " . ✅ JANGAN MEMBENCI SIAPAPUN, WALAU ADA YANG ...