KARAKTERISTIK
DAN PROBLEMATIKA TAFSIR PADA MASA MODERN
Disusun
guna
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Sejarah Pemikiran Tafsir
Dosen
Pengampu: Shofaussamawati, M.Ag,. M.S.I
Disusun
oleh:
M.
Nurun Ni’am NIM.
1530110059
Siti
Khumaidah NIM. 15301100
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
USHULUDDIN / IQT 4B
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kajian tentang Al Qur`an dalam khazanah intelektual Islam
memang tidak pernah mandeg. Setiap generasi memiliki tangung jawab masing-masing
untuk menyegarkan kembali kajian sebelumnya, yang di anggap out date. Kemunculan metode tafsir
kontemporer diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika
penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan
situasi dan latar belakang turunnya suatu ayat sebagai data
sejarah yang penting. Metode tafsir kontemporer adalah, metode penafsiran
Al-Qur’an yang menjadikan problem kemanusiaan yang ada sebagai semangat
penafsirannya. Persoalan yang muncul dihadapan dikaji dan dianalisis dengan
berbagai pendekatan yang sesuai dengan problem yang sedang dihadapinya serta
sebab-sebab yang melatar belakanginya. Survei yang dilakukan Jansen terhadap
corak pemikiran mufassir modern memperlihatkan pada tiga peta pemikiran, yaitu
corak pemikiran tafsir Ilmi, tafsir Filologi, dan tafsir Adabi Ijtima`i..
Merujuk pada temuan ulama’ kontemporer, yang dianut
sebagian pakar al qur`an pemilahan metode tafsir al qur`an kepada
empat metode (1). Ijmali ( Global ) (2). Tahlili ( Analis ) (3). Muqoron ( Perbandingan ) (4).
Maudlu`i ( Tematik ), ditambah satu metode lagi, yaitu metode kontekstual (menafsirkan
al qur`an berlandaskan pertimbangan latar belakang sejarah, sosiologi, budaya,
adat istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku dan berkembang dalam
masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya al qur`an) termasuk dalam kategori
tafsir kontemporer. Dalam makalah ini penulis berusaha melacak tentang corak
dan metodologi tafsir modern kontemporer serta para tokohh-tokoh yang
ikut andil dalam menggagas dan mengengbangkan wacana tafsir modern kontemporer.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembangan
tafsir pada masa modern?
2.
Bagaimana karakteristik
tafsir modern?
3.
Siapa sajakah tokoh
mufassir pada masa ini?
4.
Apa saja probelamtika
dalam tafsir modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan tafsir pada masa modern
1. Pengertian tafsir modern
Secara teoritis,
tafsir berarti usaha untuk memperluas makna teks Al Qur`an, Sedangkan secara praktis berarti usaha untuk mengadaptasikan “Teks al
qur`an dengan situasi kontemporer seorang mufasir. Berarti tafsir modern
adalah; usaha untuk menyesuaikan ayat-ayat al qur`an dengan
tuntutan Zaman[1]. “kontemporer” bermakna
sekarang atau modern yang berasal dari bahasa inggris (contemporary)[2]. Tak ada kesepakatan yang
jelas tentang Istilah kontemporer. Misalnya apakah istilah kontemporer meliputi
abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 stsu 21.? Sebagian pakar
berpandangan bahwa kontemporer identik dengan modern, keduanya saling saling
digunakan secara bergantian. Dalam konteks peradaban Islam keduanya dipakai
saat terjadi kontak intelektual pertama dunia Islam dengan Barat. Kiranya tak berlebihan bila istilah kontemporer disini mengacu pada pengertian era yang
relevan dengan tuntutan kehidupan modern[3].
Bila tidak dipahami dengan
cermat, definisi di atas, akan menyesatkan banyak orang sebab akan terkesan
bahwa Al Qur`an harus mengikuti perkembangan zaman, sebuah statemen yang tidak
boleh diucapkan oleh siapapun. Secara terperinci maksud dari tafsir modern
adalah; merekonstruksi kembali produk-produk tafsir klasik yang sudah tidak memiliki
relevansi dengan situasi modern[4].
2. Kemunculan Tafsir Modern
Abad ke- 19 adalah abad dimana
dunia Islam mengalami kemajuan di berbagai bidang. Termasuk diantaranya adalah
bidang tafsir, banyak karya-karya tafsir yang terlahir dari ulama Islam di abad
itu[5]. Kajian tentang Al Qur`an dalam
khazanah intelektual Islam memang tidak pernah mandeg. Setiap generasi
memiliki tangung jawab masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian
sebelumnya, yang di anggap out date[6].
Kemunculan metode tafsir modern diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika
penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi
dan latar belakang turunnya suatu ayat sebagai data
sejarah yang penting[7].
B. Karakteristik tafsir modern
1.
Corak tafsir
Survei yang dilakukan Jansen
terhadap corak pemikiran mufassir modern memperlihatkan pada tiga peta
pemikiran, yaitu corak pemikiran tafsir Ilmi, tafsir Filologi, dan tafsir Adabi
Ijtima`i[8].
a.
Tafsir `lmi
Setiap muslim mempercayai
bahwa al qur`an mampu mengantisipasi pengetahuan modern. Al Gazali mempunyai
peran penting dalam memperkenalkan tafsir ini, dalam tataran diskursus modern
kemunculan tafsir ini menimbulkan polemik. Para pendukungnya berpandangan bahwa
kemunculan tafsir Ilmi adalah fenomena yang wajar dan mesti terjadi. Mengingat
al qur`an sendiri mengisyaratkan bahwa segala sesuatu tidak terlupakan di
dalamnya “tidaklah kami lupakan di dalam al kitab, kemudian kepada Tuhanlah
mereka dihimpunkan ( Qs. Al An`am (6) : 38 )”[9].
Pokok pemikiran tafsir Ilmi
bisa dilacak pada tokoh semisal Mohammad Abduh, Al Maraghi, Tanthawi Jauhari,
Sa`id Huwa, Dan lain-lain. Bahkan secara vokal Abduh mengisyaratkan bahwa penemuan Telegraf,
telepon, kereta, dan mikrofon telah tercantum dalam al qur`an.
b.
Tafsir filologi
Amin AL Khulli telah berjasa dalam memperkenalkan teori-teori
penafsiran secara sistematis, ada tiga kerangka yang ia lakukan; Pertama,
seoraong mufassir harus mampu mengaitkan satu ayat dengan ayat lainnya yang
memiliki tema serupa. Kedua, mempelajari setiap makna kata dalam al
qur`an yang tidak hanya menggunakan kamus saja, tetapi juga dengan kata-kata al
qur`an sendiri yang memiliki akar kata serupa. Ketiga, analis terhadap bagaimana al qur`an
mengombinasikan kata-kata dalam sebuah kalimat. Akan tetapi Amin al Khulli
tidak mencoba sendiri menerapkan pemikirannya itu kedalam bentuk penafsiran al
qur`an. Istrinyalah, yakni Bint Syathi, yang merealisasikan gagasan-gagasannya dalam bentuk
penafsiran. Asy Syathi membuktikan dirinya sebagai mufassir yang kompeten dalam
bidang tafsir filologi dengan karyanya yang berjudul tafsir al Bayan.
c.
Adabi ijtima`i
Tafsir adabbi ijtima`i muncul
untuk “ menggugat capaian-capaian tafsir klasik yang dianggap kurang mengakar
pada persoalan-persoalan masyarakat. Oleh karena itu, diskursus-diskursus yang
mencuat dari madrasah ini adalah kritikan tajam terhadap tafsir tafsir klasik.
Bagi para mufassir madrasah ini, alqur`an baru dapat dikatakan sebagai hudan
li an-nas bila telah dirasakan menjadi problem solver bagi
persoalan-persoalan kemasyarakatan. Bentuk–bentuk penafsiran yang sifatnya
tidak membumi tentu saja tidak mendapat tempat pada madrasah ini,. Pokok-pokok
pemikiran di atas terlihat jelas pada pendapat Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Al
Maraghi, dan Sayyid Quthb.
Abduh menolak tradisi
penafsiran klasik yang menggunakan Israiliyat (legenda-legenda Yahudi dan
Nasrani) untuk menfsirkan al qur`an, yang dianggapnya mengda-ngada dan
mendistorsi tujuan Al Qur`an, yang sebenarnya. Apa yang tidak dijelaskan
sendiri. Menurutnya, mengandung isyarat bahwa itu tidak penting untuk
dijelaskan lebih lanjut. Lebih-lebih dengan menggunakan riwayat-riwayat
Israiliyyat[10].
2.
Metode tafsir
Dalam melakukan
penafsiran al qur`an, seorang Mufasssir biasanya merujuk kepada tradisi ulama
salaf, namun tidak jarang yang merujuk pada
temuan ulama kontemporer. Adapun tafsir yang merujuk ulama salaf adalah. (1).
Tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa disebut al tafsir bi al ma`tsur,
(2).. Tafsir yng berdasarkan dirayah, yang dikenal dengan al tafsir
bi al ra`y atau bi al ajtihadi, dan (3). Tafsir yang berdasarkan
isyarat yang popular dengan nama al tafsir al Isyri[11].
Pada perkembangan dewasa ini, ada yang merujuk pada
temuan ulama’ kontemporer, yang dianut sebagian pakar al qur`an misalnya al
Farmawi (di Indonesia) yang dipopulerkan oleh M. Quraish Shihab dalam berbagai
tulisanya –adalah pemilahan metode tafsir al qur`an kepada empat metode
(1). Ijmali (Global) (2). Tahlili (Analis) (3). Muqarin (Perbandingan) (4).
Maudlu`i (Tematik). Metode tafsir bedasarkan riwayah, dirayah, dan Isyari,
dikategorikan dalam metode klasik, sedangkan empat metode yang berupa Ijmali,
Tahlili, Muqarin, dan Maudlu`I, ditambah satu metode lagi, yaitu metode
kontekstual (menafsirkan al qur`an berlandaskan pertimbangan latar belakang
sejarah, sosiologi, budaya, adat istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku
dan berkembang dalam masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya al
qur`an ) termasuk dalam kategori tafsir kontemporer.
Adanya pengklasifikasian
metode tafsir ini tentunya tidak dimaksudkan untuk mendekonstuksi atas yang
favorit dan yang tidak favorit, tapi lebih titunjukan untuk mempermudah
penelusuran sejarah metode tersebut, dan untuk melengkapi satu sama lainnya[12].
Metode kontekstual secara subtansial berkaitan erat dengan
Hermeneutika, yang merupakan salah satu metode penafsiran teks yang berangkat
dari kajian bahasa, sejarah, sosiologis, dan filosufis[13].
Jadi apabila metode ini dipertemukan dengan kajian teks al qur`an, maka
persolan dari tema pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks al qur`an hadir
ditengah-tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan
didialogkan dalam rangka menghadapi realitas sosial dewasa ini[14].
Pada dasarnya Hermeneutik
berkaitan erat dengan bahasa, yang diungkapkan baik melalui pikiran, wacana,
maupun tulisan. Dengan demikian Hermeneutik merupakan cara baru untuk bergaul
dengan bahasa. Keeratan Hermeneutik dengan bahasa membuat wilayah penafsirannya
menjadi sangat luas, terutama dalam kaitannya dengan ilmu humanistik, sejarah,
hukum, agama (termasuk kajian tafsir al qur`an), filsafat, seni, kesusastraan
dan linguistic Disiplin ilm,u yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu
tafsir sebab semua karya yang mendapatkan inspirasi Ilahi, misalnya al qur`an
memerlukan interpretasi atau hermeneutik, sehingga dapat dimengerti[15].
Metode hermeneutik yang dikembangkan oleh para mufassir kontemporer itu juga
tidak seragam, namun sangat beragam. Keberagaman ini tentu saja muncul bukan
hanya karena semakin terbukanya umat Islam terhadap gagasan-gagasan yang
berasal dari luar, namun juga adanya dinamika dan kesadaran pada mereka akan
kekurangan-kekurangan metode yang ada[16].
C. Tokoh-tokoh mufassir
Shah waliyullah
(1701-1762) seorang pembaharu islam dari Delhi, merupakan orang
yang berjasa dalam memprakarsai penulisan tafsir “MODERN”, dua karyanya yang
monumental, yaitu, Hujjah al balighah dan Ta`wil al Hadits fi
rumuz Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran modern.
Tidak sia-sia usaha ini telah
merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat hal serupa , maka di Mesir,
munculah tafsir Mohammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad Khalaf, dan Muhammad Kamil
Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal tokoh seperti Abu Azad, Al
Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh lainnya[17].
Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull (w. 1978), Hasan Hanaf, Bintu Shathi’ (w. 2000), Nasr Abu Zayd
(lahir. 1942), Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman[18].
D. Problematika tafsir modern
Penafsir
modern seperti Fazlul Rahman dan Abu Zayd menunjukan bahwa kebutuhan tafsir
semacam ini bisa disajikan tanpa meninggalkan keyakinan origin ketuhanan setiap
satuan kata dalam Al-Quran. Namun tidak sedikit penolakan oleh teolog muslim
terhadap metode pendekatan penafsiran semacam ini, dan kadangkala mereka
melakukan provokasi yang berapi-api terkait pendekatan ini dengan alasan:
1. Paradigma
tradisional hampir tidak tersaingi selama berabad-abad, dan menawarkan satu
pendekatan baru yang jauh berbeda seakan-akan menyerang pendekatan tradisional
dan otomatis menjadi senjata makan tuan terhadap pendekatan modern itu sendiri.
2. Jika
pendekatan modern ini diterima, maka tidak terelakkan akan terjadi kompetisi
penafsiran yang sangat plural. Terlebih metode historisitas adalah metode yang
dikembangkan atas dasar penelitian orientalis[19].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan tafsir
pada masa modern adalah mulai dari Abad ke- 19 sampai sekarang. Adapun sebab kemunculan tafsir ini adalah pada abad tersebut dunia Islam mengalami kemajuan di berbagai
bidang. Termasuk diantaranya adalah bidang tafsir, Kajian tentang Al Qur`an
dalam khazanah intelektual Islam memang tidak pernah mandeg. Setiap
generasi memiliki tangung jawab masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian
sebelumnya, yang di anggap out date
Corak pemikiran mufassir modern dapat diklasifikasikan pada tiga peta pemikiran, yaitu corak pemikiran tafsir Ilmi, tafsir
Filologi, dan tafsir Adabi Ijtima`i. Adapun bentuk
penafisrannya adalah bi al ma`tsur, bi al ra`y atau bi al ajtihadi, dan bi al Isyri. Sedangkan metodenya adalah: (1). Ijmali (Global) (2). Tahlili (Analis)
(3). Muqarin (Perbandingan) (4). Maudlu`i (Tematik), (5) metode kontekstual.
Tokoh mufassir di masa
ini cukuplah banyak diantaranya adalah: Mohammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad
Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain di Mesir., Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws,
dan sederetan tokoh lainnya Di belahan Indo-Pakistan. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull,
Hasan Hanaf, Bintu Shathi’, Nasr Abu Zayd (Muhammad
Shahrur, dan Fazlur Rahman.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa diskursus para mufassir modern diwarnai oleh usaha-usaha untuk
membumikan al qur`an di tengah-tengah kehidupan umat Islam. Mereka ingin
membuktikan bahwa al qur`an benar-benaar bersifat universal dan dapat menjawab
tantangan zaman. Apa yang dilakukan mufassir modern sebenarnya merupakan usaha
ijtihad yang barangkali hanya cocok dengan sosio kultural masing-masing , dan
tidak cocok dengan sosio-kultural diantara mereka. Oleh karena itu, dalam
kemunculan mereka dalam khazanah penafsiran modern tidak menutup kemungkinan
munculnya mufassir-mufasir modern di tempat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosikhun,
Samudra Al Qur`an ( Bandung : Pustaka Setia, 2001
Syukri Ahmad,“Metodologi
Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman” ( Jambi :
Sulton Thaha Press, 2007 )
Setiawan Nurkholi,
“ Al Qur`an dalam kesejarahan klasik & kontemporer “, Jurnal study Al
Qur`an, ( Ciputat : Pusat study Al Qur`an ( PSQ ) , 2006)
http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/2010/02/16/kontribusi-dan-kritik-mufassir-untuk-tafsir-masa-depan-dari-mufassir-klasik-hingga-kontemporer/
http://usmanbis.blogspot.co.id/2016/11/tafsir-modern-karakteristik-metode-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar